Sabtu, 22 Maret 2014

TEORI EKOLOGI BRONFENBRENNER



TEORI EKOLOGI BRONFENBRENNER

Urie Bronfenbrenner mengembangkan teori ekologi dimana anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi si perkembangan si anak.
Bronfenbrenner membagi sistem lingkungan menjadi 5 yang merentang dari interaksi interpersonal sampai ke pengaruh kultur yang lebih luas, yaitu:

·         Mikrosistem
 Mikrosistem adalah setting dimana individu menghabiskan banyak waktu. Beberapa konteks dalam sistem ini antara lain adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Menurut Bronfenbrenner murid bukan penerima pengalaman secara pasif di dalam setting ini, tetapi murid adalah orang yang berinteraksi secara timbal balik dengan orang lain dan membantu mengkonstruksikan setting tersebut.
Kalau dilihat dari pengalaman saya, saya pernah berinteraksi secara langsung dengan guru saat diajukan pertanyaan dikelas. Ini dimaksudkan agar saya lebih aktif dalam kelas.

·         Mesosistem
Mesosistem adalah kaitan antar-mikrosistem. Misalnya pengalaman dalam keluarga dengan pengalaman dalam sekolah. Dalam contoh kasus di pengalaman saya adalah bagaimana orang tua saya mengajarkan cara berbicara yang sopan terhadap orang yang lebih tua atau orang lain yang menjadi lawan bicara saya. Pengalaman yang saya alami dalam keluarga terbawa saat berbicara dengan orang lain di sekolah.

·         Ekosistem
Ekosistem terjadi ketika pengalaman di setting lain ( dimana anak tidak berperan aktif). Misalnya semua kontrol dan peranan dipegang kuat oleh dewan sekolah dan dewan sebuah organisasi. Keputusan yang mereka ambil bisa mempercepat atau memperlambat perkembangan anak. Contoh yang mirip dengan ekosistem yang pernah saya alami adalah saat saya duduk di bangku Sekolah Dasar setiap siswa diwajibkan untuk meminjamkan 1 buku setidaknya seminggu sekali di perpustakaan sekolah. Ini juga termasuk ekosistem karena setting yang dibuat memusatkan dewan sekolah dalam mengontrol keseringan murid meminjam buku. Tindakan ini bertujuan ntuk mempercepat perkembangan pengetahuan anak dalam membaca buku karena sedikitnya minat anak dalam membaca buku di perpustakaan.

·         Makrosistem
Makrosistem adala kultur yang lebih luas. Kultur adalah istilah untuk mencakup peran etnis dan sosioekonomi dalam perkembangan anak. Misalnya beberapa kultur ( seperti Indonesia yang mayoritas muslim) lebih menekankan kepada gender tradisional. Dimana di kebanyakan negara Islam lebih mengutamakan sekolah kepada pria, tetapi di Amerika Serikat lebih bersifat seimbang dimana pria dan wanita bebas untuk bersekolah. Salah satu aspek dari status sosio ekonomi murid adalah faktor perkembangan dalam kemiskinan. Kemiskinan dapat mempengaruhi perkembangan anak dan merusak kemampuan mereka untuk belajar, meskipun beberapa diantara anak tersebut banyak yang masih ulet.

·         Kronosistem
Kronosistem adalah kondisi sosiohistoris dari perkembangan anak. Misalnya murid murid sekarang tumbuh dengan bermacam teknologi yang sudah canggih. Anak zaman sekarang sudah banyak yang sangat pandai menggunakan internet dan komputer dibandingkan dengan zaman dulu. Sekarang anak sudah mulai diajarkan teknologi seperti penggunaan komputer sejak SD. Dalam generasi ini anak tumbuh dalam revolusi seksual, dan generasi yang tumbuh dalam kota yang semerawut dan tak terpusat, yang tidak lagi jelas batas anatara kota, pedesaan, atau subkota.
Pengalaman yang saya alami dalam kronosistem adalah adanya kelas sewaktu saya SD yang pertama kali mengajarkan bagaimana caranya menggunakan komputer, microsoft word. Kelas komputer atau dulu yang disebut dengan TIK adalah kelas yang pertama kali dibuka yang mengajar tentang penggunaan komputer. Saat memasuki SMP pembelajaran tentang komputer masih ada, bagaimana cara menggunakan power point, membuat URL, dll. Saat di bangku SMA penggunaan komputer juga mengajarkan tentang menggunakan photoshop, corel draw, dll.

Sekian bahasan tentang teori Bronfenbrenner dan pengalaman saya yang bisa dikaitkan dengan teorinya. Terima kasih.

Selasa, 11 Maret 2014

Keefektifan antara Pengondisian Klasik dan Operan pada Anak

Kita akan membahas tentang keefektifan antara pengondisian klasik dan operan pada anak. Sebelum kita memilih pengondisian yang lebih efektif kita harus tahu dulu apa yang dimaksud dan dibahas dalam kedua pengondisian ini. Pembelajaran dibagi atas dua yaitu asosiatif dan observasi. Dalam pembelajaran asosiatif terdapat dua pengondisian yang akan kita bahas, yaitu pengondisian klasik dan operan.

PENGONDISIAN KLASIK
Apasih pengondisian klasik? pengondisian klasik itu adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. teori pengondisian klasik ini diperkenalkan oleh Ivan Pavlov saat sedang mengeksperimenkan anjingnya. Disini Pavlov mengasosiasikannya dengan stimulus yaitu unconditioned stimulus (UCS), Unconditioned response (UCR), Conditioned stimulus (CS), Conditioned Response (CR). Pavlov memberikan makanan kepada anjingnya dan anjingnya mengeluarkan air liur, saat dia membunyikan bel anjingnya tidak mengeluarkan air liur, kemudian Pavlov mengasosiasikan setiap kali ada makanan akan ada bunyi bel dan anjing mengeluarkan air liur, lalu setiap kali bel terdengar anjing akan mengeluarkan air liur. terlihat seperti pada poto berikut ini.

 

Di poto ini dijelaskan bahwa sebelum pengondisian daging adalah UCS dan air liur adalah UCR, namun setelah diberikannya pengondisian yaitu saat anjing diberikan makanan dengan bunyi bel, setiap kali bel berbunyi itu adalah CS dan anjing akan mengeluarkan air liur itu adalah CR. 
Lalu bagaimana cara menghubungkannya dengan pendidikan? Kita bisa memberikan stimulus yang menyenangkan atau yang disukai oleh anak-anak, sehingga mereka bisa memberikan respon yang baik dan aktif saat sedang ada di kelas. Guru harus bisa memberikan pengondisian stimulus yang bisa menghasilakan pengondisian respon yang diinginkan. Guru atau pengajar seharusnya tidak boleh memberikan stimulus yang memberikan rasa cemas dan takut terhadap anak-anak karena akan menghasilkan respon yang tidak baik pula, mereka akan merasa terpaksa mengikuti pelajaran dan merasa tertekan.

PENGONDISIAN OPERAN
pengondisian operan adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.
pengondisian operan ini pertama kali dipelopori oleh E.L. Thorndike dan dibenarkan kembali oleh B.F. Skinner.
Thorndike mempelajari seekor kucing dalam kardus yang pintunya dikunci dan hanya bisa dibuka jika kucing tersebut menekan pijakan yang terdapat dalam kardus dan seekor ikan diletakkan di depan kardus sehingga kucing tersebut bisa mencium aroma dari ikan tersebut. Pertama-tama kucing melakukan respon yang tidak efektif seperti menggigit atau mencakar pintu kardus tersebut, sampai dia tidak sengaja menginjak pijakan tersebut sehingga palang tersebut terbuka. Percobaan-percobaan seperti itu terus diulang sampai akhirnya kucing tersebut mengerti cara membuka pintu tersebut. berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Thorndike, dia mengeluarkan hukum efek (law effect) yang menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil negatif akan diperlemah.

Dalam pengondisian operan ada yang disebut dengan penguatan atau reinforcement. penguatan ini dibagi atas dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.

1. Penguatan Positif (Positive Reinforcement)
    Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung. Contohnya orang tua memuji karena anaknya melakukan tugasnya dengan benar. Jadi, ada kemungkinan anak itu akan melakukan tugasnya dengan baik lagi karena dia mendapat pujian.
2. Penguatan Negatif (Negative Reinforcement)
    Penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan. Contohnya anak yang menyapu halaman rumahnya karena tidak suka mendengar omelan ibunya. Jadi, dia menyapu rumahnya untuk menghilangkan omelan ibunya.

Bagaimana dengan penerapan pengondisian operan dalam kelas? Guru atau pengajar akan terus memberikan penguatan baik itu dalam positf maupun negatif karena disini guru akan memancing murid untuk melakukan tugasnya baik dia suka maupun dia suka. Maksudnya, jika dia suka dia pasti akan melakukan tugasnya dengan baik dan dia mendapatkan pujian untuk hasil tugasnya, sedangkan jika dia tidak suka mungkin guru akan memberikannya nasihat atau teguran karena hasil yang dia dapatkan tidak maksimal sehingga dia memilih untuk melakukan tugasnya dengan baik untuk menghentikan teguran dari guru tersebut.

Setelah mengetahui tentang pengondisian klasik dan operan, pengondisian yang mana yang lebih efektif untuk digunakan guru atau pengajar dalam mendidik?
Menurut saya, lebih efektif jika guru atau pengajar menggunakan pengondisian operan. Mengapa? karena jika kita menggunakan pengondisian klasik belum tentu stimulus yang kita berikan akan menghasilkan respon yang kita inginkan dan stimulus yang kita berikan belum tentu langsung diberikan respon. Jika kita menggunakan pengondisian operan maka murid akan belajar dengan melihat konsekuensi yang mereka dapat dan kita bisa melihat respon dari murid saat itu juga (langsung). Jika yang mereka kerjakan itu benar, mereka akan mendapatkan positive reinforcement, dimana mereka pasti akan berusaha lagi untuk melakukan tugas mereka dengan baik dan di dalam pengondisian operan, kita bisa menjumpai tentang hukuman ( punishment) yang jelas bagaimana cara menghukum murid tanpa harus melakukakan kekerasan dan malah membuat membuat murid cemas dan takut saat mengikuti kelas itu.Tetapi bukan berarti pengondisian klasik tidak baik, mungkin pada anak-anak pengondisian operan lebih tepat dan lebih efektif.